Selasa, 05 Januari 2016

MAKANAN HARAM DALAM PERSPEKTIF KRISTIANI

TELAAH DAN REFLEKSI KRITIS
TERHADAP MAKANAN HARAM DALAM PERJANJIAN LAMA


BAB I
PENDAHULUAN

            Istilah makanan haram adalah sesuatu yang biasa bagi umat beragama, tidak terkecuali bagi umat kristiani. Akan tetapi, setiap agama memahami makanan haram secara berbeda bahkan di antara banyak aliran kekristenan sendiri. Pada umumnya, agama atau aliran kekristenan tersebut mengatur apa saja yang boleh dan tidak boleh dimakan oleh penganut keyakinan tersebut. Ada makanan yang diharamkan oleh suatu agama atau aliran kekristenan tetapi halal bagi agama atau aliran kekristenan lain. Persoalannya adalah terjadi saling menghakimi dan menghina antar penganut keyakinan tersebut sehingga timbul kerenggangan hubungan. Kerukunan dan persekutuan yang bisa terjalin erat karena makanan menjadi tidak tercipta. Tentu saja, hal ini menjadi polemik di antara warga jemaat dan mengakibatkan perbincangan tentang makanan haram menjadi hangat dan perlu mendapatkan jawaban.
            Kekristenan sendiri memiliki daftar makanan haram dan tidak haram berdasarkan Alkitab. Tetapi pertanyaan besarnya adalah masih relevankah peraturan tentang makanan haram dalam kekristenan zaman sekarang ini? Pertanyaan ini menuntun kepada pertanyaan lain yang menjadi sangat penting yaitu apa standar baku untuk menentukan bahwa yang satu haram dan yang lain tidak? Siapa yang menetapkan standar tersebut? Lalu, mengapa ada makanan (termasuk binatang) yang diharamkan padahal semua makanan ini berasal dari alam yang diciptakan oleh Allah. Bukankah segala ciptaan Allah sungguh amat baik? (Kej. 1:31).
            Penganut keyakinan lain, yang pada umumnya masih menerapkan peraturan ini, pasti punya jawaban sendiri atas pertanyaan-pertanyaan di atas. Tetapi, orang Kristen juga memiliki jawaban berdasarkan Alkitab. Hal inilah yang akan dibahas penulis di dalam makalah ini. Penulis akan meneliti apa kata Alkitab tentang makanan haram dilihat dari sudut pandang Perjanjian Lama yang difokuskan di Imamat 11. Pembahasan akan diawali dengan definisi makanan haram di BAB II bagian A. Kemudian makanan haram dalam Perjanjian Lama di BAB II bagian B. Telaah terhadap makanan haram dalam Perjanjian Lama, termasuk oleh para tokoh akan disampaikan di BAB II bagian C. Terakhir, refleksi atas peraturan tentang makanan haram dalam perjanjian Lama yang diharapkan menjadi pedoman bagi orang kristen dalam menyikapi makanan haram di BAB III bagian Penutup.




BAB II
TELAAH DAN REFLEKSI KRITIS
TERHADAP MAKANAN HARAM DALAM PERJANJIAN LAMA

A.    DEFINISI MAKANAN HARAM
            Menurut KBBI, haram berarti terlarang, tidak halal, suci, terpelihara, terlindung, terlarang oleh undang-undang, tidak sah. Sementara menurut Kamus Thesaurus haram berarti gelap, ilegal, liar, pantang, sumbang, tabu, terlarang. Berikut ini adalah istilah-istilah haram dalam Kamus Global, yakni:
·         dirty ks. 1 kotor, dekil. 2 kotor, cabul. 3 busuk, serong. 4 tidak murni
·         illegal ks. yang merupakan pelanggaran. 2 gelap, tak sah. 3 liar (occupation).
·         illegitimacy kb. sifat melanggar hukum / undang-undang, sifat tidak sah / sejati, kepalsuan.
·         illegitimate ks. haram.
·         illicit ks. gelap, haram.
·         immoral ks. tidak sopan, tunasusila, jahat, asusila.
·         unlawful ks. tak sah.[1]
Sedangkan bahasa Ibrani untuk ‘haram’ memakai istilah ṭâmê' (taw-may') yang berarti kecurangan atau pelanggaran peraturan agamawi; cemar, buruk, atau kotor (Im. 11:4 dst.). Sementara bahasa Yunani memakai istilah koinos (koy-nos') yang berarti ‘berhubungan dengan hukum’, kotor, tidak senonoh, tidak kudus dan cemar; dan akathartos (ak-ath'-ar-tos) yang berarti tidak murni, kotor, kejam, jahat dan pelanggaran (Kis. 10:14-15).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa makanan haram adalah makanan yang dilarang untuk dimakan oleh sistem hukum tertentu yang mana jika orang memakannya dianggap sebagai pelanggaran atau kejahatan dan mendapatkan hukuman atau akibat tertentu.






B.     MAKANAN HARAM DALAM PERJANJIAN LAMA
Berikut adalah daftar binatang yang diharamkan untuk dimakan dalam Perjanjian Lama berdasarkan Imamat 11; 17:14 dan Ulangan 14:3-21, yakni:
·         unta
·         pelanduk
·         kelinci (kelinci hutan dan marmot)
·         babi hutan
·         segala binatang yang tidak bersirip dan tidak bersisik di dalam air (Im. 11:11-12)
·         burung rajawali
·         ering janggut
·         elang laut
·         elang merah
·         elang hitam menurut jenisnya
·         setiap burung gagak menurut jenisnya
·         burung unta
·         burung hantu
·         camar
·         elang sikap menurut jenisnya
·         burung pungguk
·         burung dendang air
·         burung hantu besar
·         burung hantu putih
·         burung undan
·         burung ering
·         burung ranggung
·         bangau menurut jenisnya
·         meragai
·         kelelawar
·         segala binatang yang merayap dan bersayap dan berjalan dengan keempat kakinya, kecuali yang mempunyai paha di sebelah atas kakinya untuk melompat di atas tanah (11:20-21), yaitu belalang-belalang menurut jenisnya, yaitu belalang-belalang gambar menurut jenisnya, belalang-belalang kunyit menurut jenisnya, dan belalang-belalang padi menurut jenisnya.
·         segala binatang yang berkuku belah, tetapi tidak bersela panjang, dan yang tidak memamah biak
·         segala yang berjalan dengan telapak kakinya di antara segala binatang yang berjalan dengan keempat kakinya
·         tikus buta
·         tikus
·         katak menurut jenisnya
·         landak
·         biawak
·         bengkarung
·         siput
·         bunglon
·         segala binatang yang merayap dan berkeriapan di atas bumi
·         segala yang merayap dengan perutnya dan segala yang berjalan dengan keempat kakinya, atau segala yang berkaki banyak, semua yang termasuk binatang yang merayap dan berkeriapan di atas bumi
·         darah (Im. 17:14)

Menurut hukum Musa binatang-binatang yang disebut di atas tidak boleh:
  1. dimakan (Im. 11:8)
  2. bangkainya disentuh - yang menyentuh akan menjadi najis sampai matahari terbenam
  3. bangkainya dibawa - yang membawa harus mencuci bajunya dan menjadi najis sampai matahari terbenam
  4. bangkainya jatuh ke atas apapun, perkakas kayu, pakaian, kulit, karung, atau barang apapun (11:32) - barang tersebut harus dimasukkan ke dalam air dan menjadi najis sampai matahari terbenam. Setelah itu barang tersebut tahir lagi.
  5. bangkainya jatuh ke dalam belanga tanah (pot) - segala sesuatu di dalamnya menjadi najis dan belanga itu harus dipecahkan. Makanan jika terkena air dari belanga tersebut menjadi najis, demikian pula minuman yang boleh diminum dalam belanga tersebut.
  6. bangkainya jatuh ke atas pembakaran roti atau anglo - benda-benda pembuat makanan tersebut harus diremukkan.
  7. bangkainya jatuh ke atas benih yang telah dibubuhi air - benih tersebut menjadi najis.


C.    TELAAH KRITIS TERHADAP MAKANAN HARAM DALAM PERJANJIAN LAMA
Awalnya, TUHAN Allah menciptakan segala sesuatu – termasuk segala jenis makanan dan binatang-binatang – dan “semuanya itu baik” (Kej. 1:21,25). Pembedaan binatang-binatang yang haram dan halal mulai disebut sejak zaman nabi Nuh. Kejadian  7:2,8 berbunyi: “Dari segala binatang yang tidak haram haruslah kauambil tujuh pasang, jantan dan betinanya, tetapi dari binatang yang haram satu pasang, jantan dan betinanya; ... Dari binatang yang tidak haram dan yang haram, dari burung-burung dan dari segala yang merayap di muka bumi”. Tetapi di masa setelah air bah binatang boleh dimakan dan tidak ada yang dikecualikan; dengan kata lain tidak ada yang diharamkan untuk dimakan (Kejadian 9:3 “Segala yang bergerak, yang hidup, akan menjadi makananmu. Aku telah memberikan semuanya itu kepadamu seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau”).
Hal yang menarik adalah pada awalnya semua binatang baik adanya, lalu beberapa binatang disebut haram namun tidak diharamkan untuk dimakan, kemudian menjadi makanan haram di zaman Musa? Semua ahli setuju bahwa TUHAN Allah sendirilah yang menetapkan peraturan tersebut untuk dilakukan oleh umat-Nya (Im. 11:1; 43-45). Akan tetapi, telah tentang mengapa makanan-makanan tersebut diharamkan menghasilkan penjelasan yang beragam. Beberapa penjelasan dari para ahli adalah sebagai berikut:
1.      Ada yang mengatakan bahwa pembagian ke dalam yang haram dan yang halal itu diberikan kepada Israel untuk menguji ketaatan mereka kepada Allah. Supaya mereka belajar bahwa Allah berhak melarang atau memerintah apapun, dan supaya mereka belajar taat, tak peduli apapun alasan Allah untuk melarang atau memerintah sesuatu. Binatang-binatang yang pada jaman Nuh diizinkan untuk dimakan, kemudian dilarang pada zaman Musa karena Tuhan memang menghendaki demikian. Ini adalah sesuatu yang baik untuk menguji ketaatan bangsa Israel dalam hal ini, supaya mereka sadar bahwa mereka ada di bawah otoritas Allah. Matthew Henry: 
After the flood, when God entered into covenant with Noah and his sons, he allowed them to eat flesh (Gen. 9:13), whereas before they were confined to the productions of the earth. But the liberty allowed to the sons of Noah is here limited to the sons of Israel. They might eat flesh, but not all kinds of flesh; some they must look upon as unclean and forbidden to them, others as clean and allowed them. The law in this matter is both very particular and very strict. But what reason can be given for this law? Why may not God’s people have as free a use of all the creatures as other people? 1. It is reason enough that God would have it so: his will, as it is law sufficient, so it is reason sufficient; for his will is his wisdom. He saw good thus to try and exercise the obedience of his people, not only in the solemnities of his altar, but in matters of daily occurrence at their own table, that they might remember they were under authority. Thus God had tried the obedience of man in innocency, by forbidding him to eat of one particular tree[2]

Alasan ini bisa diterima karena memang Allah mempunyai hak untuk melarang atau mengizinkan semua peraturan apapun. Akan tetapi, alasan ini terkesan sewenang-wenang dan ini bukan alasan utama mengapa bangsa Israel dilarang memakan binatang-binatang itu.
2.      Binatang-binatang yang disebutkan menjadi haram bagi umat Israel karena berperan penting dalam korban-korban serta ibadah kepada dewa-dewa kafir, bahkan dianggap kudus oleh penganut dewa-dewa itu. Misalnya, orang-orang Arab pada zaman kuno mempersembahkan unta dalam ritus-ritus mereka dan orang-orang Babel, Siria serta Kanaan mengorbankan babi. Akan tetapi, persoalannya adalah tidak ada bukti bahwa semua makhluk yang didaftarkan dalam Imamat 11 ini berperan demikian di antara bangsa-bangsa di sekitar Israel, misalnya makhluk-makhluk kecil yang menurut Im. 11:10 berkeriapan dalam air. Makhluk-makhluk itu pasti tidak dipakai dalam ritus seperti itu.
3.      Beberapa makhluk menjadi haram karena kebiasaan yang tidak enak atau karena penyakit-penyakit yang menular yang mereka sebarkan. Dengan kata lain, perbedaan-perbedaan itu dibuat karena alasan-alasan higienis, karena binatang-binatang dan burung-burung yang haram lebih sering membawa penyakit. Binatang-binatang haram menyebabkan berbagai infeksi karena biasa memakan daging yang cepat busuk dalam iklim yang sangat panas. Babi membawa beberapa organisme parasit yang dapat menyebabkan infeksi serius pada manusia (penyakit cacing pita babi). Sebagian burung yang disebut haram memakan bangkai dan dapat menyebabkan infeksi, dan ikan yang tak bersisik sering memakan kotoran dan mengandung banyak bakteri berbahaya. Dengan menaati hukum-hukum ini, orang Yahudi akan lebih bebas dari berbagai penyakit dan akan menikmati kehidupan yang lebih sehat sehingga dapat berkembang dengan lebih baik. Akan tetapi, alasan-alasan ini itu tidak berlaku untuk semua jenis. Lagipula, jika kesehatan adalah alasan utama untuk menyatakan semua makanan halal atau haram, mengapa Tuhan Yesus menyatakan semua makanan halal dalam Perjanjian Baru (Mrk. 7:19)? Apakah hukum-hukum kesehatan tak perlu pada abad pertama Masehi?
4.      Semua burung yang disebut adalah burung buas yang menumpahkan dan makan darah mangsanya. Sebab itu burung-burung itu dianggap haram oleh orang-orang Israel. Dengan demikian Tuhan mendidik bangsa Israel supaya membenci apapun yang barbar dan kejam. Matthew Henry mengatakan:
Some are birds of prey, as the eagle, vulture, etc., and God would have his people to abhor every thing that is barbarous and cruel, and not to live by blood and rapine. Doves that are preyed upon were fit to be food for man and offerings to God; but kites and hawks that prey upon them must be looked upon as an abomination to God and man; for the condition of those that are persecuted for righteousness’ sake appears to an eye of faith every way better than that of their persecutors”[3]

Akan tetapi, persoalannya masih sama, apakah didikan Tuhan ini sudah tidak berlaku lagi di masa Perjanjian Baru?
5.      Menurut orang-orang Israel, setiap makhluk seharusnya mempunyai sifat-sifat yang sesuai dengan jenisnya, dan seekor makhluk dianggap haram jika tidak mempunyai sifat-sifat itu atau jika mempunyai sifat-sifat berbeda. Misalnya, ikan-ikan seharusnya bersirip dan bersisik, sebab itu ikan-ikan dianggap haram jika kekurangan sifat-sifat demikian atau jika mempunyai sifat-sifat yang biasa bagi binatang di atas tanah. Antropolog, Mary Douglas, mendukung penjelasan ini dengan mengatakan bahwa binatang, burung, dan ikan yang halal ialah yang menyesuaikan diri sepenuhnya dengan golongannya.[4] Binatang yang mempunyai kuku terbelah dan yang memamah biak adalah halal, dan binatang yang tidak memiliki salah satu ciri ‘normal’ ini disebut haram. Serangga-serangga yang terbang, yang berjalan dengan keempat kakinya memperlihatkan kebingungan di antara dunia burung dan dunia serangga dan karena itu bukan merupakan anggota yang murni dari golongannya. Akan tetapi pendekatan “kenormalan” ini bertentangan dengan kisah Kejadian 1, yang menyebutkan bahwa semua ciptaan Allah itu “baik” (Kej. 1:25) dan karena itu “normal”.
6.      Ahli-ahli Perjanjian Lama sudah mengemukakan beberapa penjelasan tentang makanan haram dan pastilah terdapat dalam setiap penjelasan sesuatu yang benar, tetapi tidak ada alasan yang berlaku untuk segala binatang. Dengan kata lain, selalu ada kekurangan dalam setiap penjelasan yang diajukan. Namun demikian, alasan yang paling mendekati untuk makanan haram dalam Perjanjian Lama adalah untuk membedakan dan memisahkan orang Israel dari bangsa-bangsa lain. Ini merupakan alasan utama mengapa bangsa Israel dilarang untuk memakan binatang-binatang tersebut. Alasan ini sebenarnya sudah dikemukakan dalam Imamat 11:44-45: “Sebab Akulah TUHAN, Allahmu, maka haruslah kamu menguduskan dirimu dan haruslah kamu kudus, sebab Aku ini kudus, dan janganlah kamu menajiskan dirimu dengan setiap binatang yang mengeriap dan merayap di atas bumi. Sebab Akulah TUHAN yang telah menuntun kamu keluar dari tanah Mesir, supaya menjadi Allahmu; jadilah kudus, sebab Aku ini kudus”. Hal ini sesuai dengan arti dari kata ‘kudus’ yang adalah ‘berbeda dengan’ atau ‘terpisah dari’. Dengan adanya larangan makan binatang-binatang ini, maka sukar bagi bangsa Israel untuk bisa berbaur dengan bangsa-bangsa lain, yang tidak dilarang makan binatang-binatang tersebut. Ini bukan hanya menyukarkan bangsa Israel untuk berbaur dengan bangsa-bangsa lain, tetapi juga menyukarkan mereka untuk menyebar ke negara-negara lain, karena di sana semua orang memakan binatang-binatang yang bagi mereka dilarang untuk dimakan.
Penjelasan di atas sangat masuk akal untuk menjawab mengapa larangan ini dihapuskan di zaman Perjanjian Baru. Sebab, kalau kita melihat alasan utama dalam pelarangan makan binatang-binatang itu, yaitu untuk memisahkan bangsa Israel dari bangsa-bangsa lain, maka jelas bahwa dalam jaman Perjanjian Baru hal itu sudah tidak dibutuhkan, karena batasan/tembok pemisah antara bangsa Israel dan bangsa-bangsa lain sudah dihancurkan dalam Kristus (Ef. 2:11-22; 1Kor. 12:13; Gal. 3:28; Kol. 3:11). Peraturan tentang makanan haram sama dengan sunat yakni sama-sama dihapuskan agar hal itu tidak menghalangi bangsa lain untuk menjadi umat yang percaya kepada Kristus.



BAB III
PENUTUP

Sekarang ini banyak masalah yang timbul karena makanan. Peraturan dari agama lain seperti Muslim dan Buddha, juga aliran lain dalam kekristenan seperti Gereja Advent Hari Ketujuh yang mengharamkan beberapa jenis makanan menimbulkan polemik di antara warga jemaat. Banyak di antaranya saling menghina sehingga kerukunan tidak terjalin dengan baik. Namun, bukan demikian dengan orang Kristen yang memahami firman Allah. Melalui pembahasan di atas terlihat bahwa sesungguhnya Tuhan mempunyai maksud yang baik untuk setiap umat-Nya. Dia melarang Israel karena tidak mau umat-Nya sama seperti bangsa-bangsa lain dan menjadi tersandung dalam penyembahan berhala. Sebaliknya, di zaman Perjanjian Baru, umat kristiani harus menjadi terbuka bagi bangsa-bangsa lain, makanan tidak boleh menjadi penghalang bagi mereka untuk menjadi warga Kerajaan Allah. Oleh karena itu warga jemaat sekarang ini tidak boleh menghina agama dan aliran lain yang masih memberlakukan peraturan tersebut, sebaliknya jangan sampai segala kebiasaan warga jemaat juga menjadi batu sandungan sehingga menjadi penghalang bagi orang lain untuk menjadi warga Kerajaan Allah (Roma 14:21).
Namun pada prinsipnya, dalam agama Kristen larangan ini tidak diberlakukan karena seluruh hukum Taurat sudah digenapi dalam kematian dan kebangkitan Yesus sehingga orang yang percaya kepadaYesus Kristus menjadi “manusia baru” hasil “ciptaan baru” (2Kor. 5:17). Yesus Kristus sendiri mengajarkan bahwa yang menajiskan manusia bukan makanan melainkan apa yang keluar dari hati:
Maka jawab-Nya: "Apakah kamu juga tidak dapat memahaminya? Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu dari luar yang masuk ke dalam seseorang tidak dapat menajiskannya, karena bukan masuk ke dalam hati tetapi ke dalam perutnya, lalu dibuang di jamban?" Dengan demikian Ia menyatakan semua makanan halal. Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang” (Mrk. 7:18-23).




DAFTAR PUSTAKA

Wolf, Herbert. Pengenalan Pentateukh. Malang: Gandum Mas. 1998
Paterson, Robert M. Kitab Imamat. __
Aplikasi e-Sword
Aplikasi KBBI Offline
http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=Haram (15 Nov. 2015)
Pdt. Budi Asali, golgotha_ministry





[1]http://alkitab.sabda.org/lexicon.php?word=Haram (15 Nov. 2015)
[2]Aplikasi e-Sword (tafsiran Matthew Henry untuk Imamat 11:1-8)
[3]Aplikasi e-Sword (tafsiran Matthew Henry untuk Imamat 11:9-11)                 
[4]Herbert Wolf, Pengenalan Pentateukh (Malang: Gandum Mas, 1998) 242-243